Minggu, 26 Februari 2012

[Praktikum] Identifikasi Gastropoda di Pesisir Pantai Malalayang

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keanekaragaman hayati yang tinggi telah diketahui berpusat di daerah-daerah tropis di dunia, termasuk Indonesia. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki daerah pesisir yang luas, dan karenanya keanekaragaman biota pantai yang tinggi pula. Meskipun demikian, informasi dan penelitian mengenai biota tersebut, khususnya untuk gastropoda masih kurang.

Ekologi dan keanekaragaman kerang laut di daerah pantai dan perairan laut dangkal di Sulawesi Utara sangat bervariasi. Kerang laut memiliki sifat infauna atau semi-infauna yang mendiami habitat berpasir dan berlumpur di kawasan pesisir sebagai penyusun komunitas macrozoobentos. Kerang ini juga merupakan salah satu komponen utama dikomunitas sedimen lunak di kawasan pesisir.

Kerang mempunyai bentuk dan ukuran cangkang yang bervariasi. Variasi bentuk cangkang ini sangat penting dalam menentukan jenis-jenis Bivalve. Kerang masuk kedalam kelas Pelecypoda., Lamellibranchiata dan Bivalvia dalam kelompok moluska berdasarkan karakteristik yang dimiliki seperti kaki, insang dan dua cangkang. Kerangmerupakan hewan yang sukses hidup di lingkungan akuatik. Kerang hidup pada semua tipe perairan yaitu air tawar, estuari dan perairan laut. Kerang laut terdistribusi daridaerah intertidal, perairan laut dangkal dan ada yang mendiami perairan laut dalam.

Faktor biologi yang mempengaruhi kehidupan kerang laut adalah fitoplankton, zooplankton, zat organik tersuspensi dan makluk hidup dilingkungannya. Kerang laut mendapatkan makanan dengan feeding filter menggunakan siphon untuk mendapatkan makanan. Secara ekologi, filtrasi yang dilakukan oleh kerang laut digunakan untuk menghindari kompetisi makanan sesama spesies.

B. Tujuan Praktikum

1. Mengetahui keanekaragaman Gastropoda yang ada di kawasan pantai Malalayang

2. Mengetahui aspek ekologi Gastropoda

3. Mengetahui jenis-jenis Gastropoda yang ada di pesisir pantai Malalayang

TINJAUAN PUSTAKA

A. Morfologi

Kelas Gastropoda merupakan kelas terbesar dari Mollusca lebih dari 75.000 spesies yang ada yang telah teridentifikasi dan 15.000 diantaranya dapat dilihat bentuk fosilnya. Fosil dari kelas tersebut secara terus-menerus tercatat mulai awal zaman Cambrian. Ditemukannya Gastropoda di berbagai macam habitat, dapat disimpulkan bahwa Gastropoda merupakan kelas yang paling sukses di antara kelas yang lain (Barnes, 1980).Morfologi Gastropoda terwujud dalam morfologi cangkangnya.

Sebagian besar cangkangnya terbuat dari bahan kalsium karbonat yang di bagian luarnya dilapisi periostrakum dan zat tanduk. Cangkang Gastropoda yang berputar ke arah belakang searah dengan jarum jam disebut dekstral, sebaliknya bila cangkangnya berputar berlawanan arah dengan jarum jam disebut sinistral. Siput-siput Gastropoda yang hidup di laut umumnya berbentuk dekstral dan sedikit sekali ditemukan dalam bentuk sinistral (Dharma, 1988). Pertumbuhan cangkang yang melilin spiral disebabkan karena pengendapan bahan cangkang di sebelah luar berlangsung lebih cepat dari yang sebelah dalam (Nontji, 1987). Gastropoda mempunyai badan yang tidak simetri dengan mantelnya terletak di bagian depan, cangkangnya berikut isi perutnya terguling spiralkearah belakang. Letak mantel di bagian belakang inilah yang mengakibatkangerakan torsi atau perputaran pada pertumbuhan siput Gastropoda.

Proses torsi ini dimulai sejak dari perkembangan larvanya. Pada umumnya gerakannya berputar dengan arah berlawanan jarum jam dengan sudut 180° sampai kepala dan kaki kembali ke posisi semula (Dharma,1988). Struktur umum morfologi Gastropoda terdiri atas: suture, posterior canal, aperture, gigi columella, bibir luar, columella, siphonal, umbillicus.

B. Anatomi

Struktur anatomi Gastropoda dapat dilihat pada susunan tubuh gastropoda yang terdiri atas: kepala, badan, dan alat gerak. Pada kepala terdapat sepasang alat peraba yang dapat dipanjang pendekkan. Pada alat peraba ini terdapat titik mata untuk membedakan terang dan gelap. Pada mulut terdapat lidah parut dan gigi rahang. Di dalam badannya terdapat alat-alat penting untuk hidupnya diantaranya ialah alat pencernaan, alat pernafasan serta alat genitalis untuk pembiakannnya. Saluran pencernaan terdiri atas : mulut, pharynx yang berotot, kerongkongan, lambung, usus, anus Alat geraknya dapat mengeluarkan lendir, untuk memudahkan pergerakannya.

C. Pertumbuhan

Pertumbuhan dari siput dan kerang terjadi jauh lebih cepat diwaktu umurnya masih muda dibandingkan dengan siput yang sudah dewasa. Ada siput yang tumbuh terus sepanjang hidupnya, tetapi ada pula yang pertumbuhannya terhenti setelah dewasa. Karena proses pertumbuhan siput muda cepat, maka jenis yang muda jauh lebih sedikit ditemukan dibandingkan dengan yang dewasa. Umur siput sangat bervariasi, ada beberapa jenis siput darat yang dapat berkembang biak secara singkat dan dapat mengeluarkan telur-telurnya dua minggu setelah menetas, tetapi ada juga yang berumur sangat panjang sampai puluhan tahun. Menurut para ahli, umur siput dapat diperkirakan dengan melihat alur-alur pada bagian tepi luar cangkang.

D. Cangkang

Tubuh siput Gastropoda terdiri dari empat bagian utama, yaitu kepala, kaki, isi perut dan mantle. Mantle siput gastropoda terletak di sebelah depan pada bagian dalam cangkangnya. Makanannya yang banyak mengandung calsium carbonat dan pigment masuk ke dalam plasma darah dan diedarkan ke seluruh tubuh, kemudian calsium carbonat serta pigmen tersebut diserap oleh mantle, dan kemudian mantle ini mengeluarkan sel-sel yang dapat membentuk struktur cangkang serta corak warna pada cangkang. Tergantung dari pada faktor keturunan, struktur cangkang dapat dibuat tonjolan-tonjolan ataupun duri-duri. Jadi mantel tersebut merupakan arsitek dalampembentukan struktur serta corak warna dari cangkang. Lapisan strukturcangkang dinamakan lapisan prismatic.

Celah-celah kecil dalam mantle dari beberapa jenis siput menghasilkan benda lainnya yang diletakkan di bagian luar cangkang yang disebut periostracum. Siput-siput yang permukaan luar cangkangnya mengkilap seperti Cypraea dan Oliva ini dikarenakan mantlenya keluar ke atas permukaan cangkang dan menyelimutinya dari dua arah yaitu dari sisi kiri dan kanan. Pada umumnya cangkang siput yang hidup di laut lebih tebaldibandingkan dengan siput darat, hal ini dikarenakan banyak sekali kapur yang dihasilkan oleh binatang bunga karang yang hidup di laut. Munculnya warna pada cangkang juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Pada perairan yang dangkal biasanya cangkang berwarna sangat terang, sedangkan pada perairan yang dalam cangkangnya biasanya lebih gelap.

E. Klasifikasi

Gastropoda umumnya hidup di laut, pada perairan yang dangkal, dan perairan yang dalam. Menurut Dharma (1988) kelas Gastropoda dibagi dalam tiga sub kelas yaitu : Prosabranchia, Ophistobranchia dan Pulmonata.

F. Faktor Lingkungan daerah pantai

Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh di daerah pantai adalah faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik meliputi jenis hewan laut seperti siput laut, tripang, bintang laut, kerang dan jenis tumbuhan laut berupa ganggang coklat, rumput laut, sedangkan faktor abiotik meliputi pasang-surut, suhu, gerakan ombak, salinitas, dan substrat dasar.Pasang surut adalah naik dan turunnya permukaan laut secara periodik selama suatu interval waktu tertentu. Pengaruh pasang surut yang paling jelas terhadap organisme dan komunitas daerah litoral yang menyebabkan terkena udara terbuka secara periodik dengan kisaran parameter fisik cukup besar. Lamanya terkena udara terbuka merupakan hal yang paling penting karena pada saat itulah organisme laut akan berada dalam kisaran suhu terbesar dan memungkinkan mengalami kekeringan (kehilangan air). Semakin lamaterkena udara, semakin besar kehilangan air diluar batas kemampuan dan semakin kecil kesempatan untuk mencari makan dan mengakibatkankekurangan energi (Nybakken, 1992).

Suhu merupakan yang banyak mendapat perhatian dalam pengkajian lautan. Suhu di daerah tropik berkisar antara 20°C sampai 28°C dan suhu menurun dengan bertambahnya kedalaman air, namun penurunan tidak sebanding dengan seluruh kedalaman sampai dasar laut ( Ewusie, 1980 ). Suhu merupakan faktor lingkungan yang penting yang dapat menentukan ada tidaknya beberapa jenis hewan. Hewan yang hidup di daerah pasang surut dan sering mengalami kekeringan mempunyai daya tahan yang besar terhadap perubahan suhu. Suhu air di permukaan di perairan Indonesia umumnya berkisar antara 28°C sampai 31°C (Nontji, 1987).

Menurut Nybaken (1992) aktivitas ombak mempengaruhi kehidupan pantai secara langsung dengan dua cara utama. Pertama, pengaruh mekaniknya menghancurkan dan menghanyutkan benda yang terkena, karena itu setiap organisme yang hidup di daerah litoral perlu beradaptasi untuk mempertahankan diri dari pengaruh pukulan ombak. Molluska pada daerah litoral yang dominan seperti beberapa limpet dan kiton mempertahankan diri dari gerakan ombak dengan kaki yang kuat dan besar yang diletakkan pada substrat. Terpaan ombak menjadikan pembatas bagi organisme yang tidak dapat menahan terpaan. Kedua, aktivitas ombak memperluas batas daerah litoral. Deburan ombak yang terus-menerus ini membuat organisme laut dapat hidup di daerah yang lebih tinggi di daerah terpaan ombak dari pada di daerah tenang pada kisaran pasang surut yang sama.

Adanya substrat yang berbeda-beda yaitu pasir, batu dan lumpur menyebabkan perbedaan fauna dan struktur komunitas dari daerah litoral. Menurut Nybakken (1992) dari semua pantai pasang surut, pantai berbatu yang tersusun dari bahan yang keras merupakan daerah yang paling padat makroorganisme dan mempunyai keragaman terbesar untuk jenis hewan maupun tumbuhan.

G. Ekosistem Pantai Malalayang

Pantai merupakan daerah yang mempunyai kedalaman kurang dari 200 meter. Pada pantai terdapat daerah litoral yaitu daerah yang berada diantara pasang tertinggi dan air surut terendah atau disebut daerah intertidal (Nybaken, 1992).

Menurut Nontji (1987) adanya nutrien di dalam air dan arus serta didukung oleh factor kimia dan fisika menjadikan pantai sebagai perairan yang kaya keanekaragaman jenis. Suhu dan salinitas merupkan parameter-parameter fisik yang penting untuk kehidupan organisme di perairan pantai. Pantai Malalayang merupakan salah satu perairan asin yang ada di wilayah Sulawesi Utara dengan substrat dasar berupa pasir. Pantai ini mempunyai luas areal ± 40 Ha dengan panjang pantai ± 3 km

BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Praktikum

Tempat praktikum ini adalah Kawasan pantai Malalayang sedangkan waktu praktikum adalah dari pukul 10.00 WITA hingga 12.00 WITA.

B. Bahan dan Alat

- Alat tulis

- Kamera digital / Handphone

C. Prosedur Praktikum

Dalam praktikum ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Hewan yang diidentifikasi sebagai Gastropoda di foto untuk selanjutnya diamati untuk ditentukan spesies dan ekologinya.

D. Hasil

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap Gastropoda yang ada di pesisir pantai Malalayang, ditemukan 6 jenis Gastropoda yaitu:

Spesies A
Ligamentina sp
Recta sp
Pila ampullaceal

Natica tigrina

E. Pembahasan

Hewan Gastropoda di pantai Malalayang yang lebih dominan atau jumlahnya lebih banyak adalah dan . Hewan tersebut melimpah diduga karena spesies tersebut telah mampu beradaptasi dan cocok hidup pada lingkungan tersebut. Ini menunjukkan bahwa spesies tersebut mempunyai kisaran yang cukup luas terhadap faktor lingkungan, mampu berkembangbiak dengan cepat dan disebabkan oleh cara penyebaran yang luas serta mempunyai daerah jelajah yang digunakannya untuk mencari dan memanfaatkan sumber daya yang diperlukan. Menurut Odum (1993), jenis dominan sebagian besar mengendalikan arus energi dan kuat sekali mempengaruhi lingkungan.
Adaptasi hewan Gastropoda diperlukan untuk tetap dapat hidup di lingkungan di mana setiap saat keadaan atau kondisi lingkungan tersebut dapat berubah-ubah. Adaptasi hewan-hewan tersebut mencakup daya tahan Gastropoda terhadap kehilangan air, pemeliharaan keseimbangan panas tubuh dan adaptasi terhadap tekanan mekanik.

Untuk menghindari kehilangan air, kebanyakan Gastropoda biasanya operkulumnya akan menutup rapat celah cangkang. Ketika pasang-turun mereka masuk ke dalam cangkang, lalu menutup celah menggunakan operkulum sehingga kehilangan air dapat dikurangi. Organisme intertindal termasuk Gastropoda juga mengalami keterbukaan terhadap suhu panas dan dingin yang ekstrim dan memperlihatkan adaptasi tingkah laku dan struktur tubuh untuk menjaga keseimbangan panas internal. Mekanisme pada hewan bercangkang keras seperti Mollusca dalam mengatasi kehilangan panas adalah dengan memperluas cangkang dan memperbanyak ukiran pada cangkang. Ukiran-ukiran tersebut berfungsi sebagai sirip radiator sehingga memudahkan hilangnya panas. Hilangnya panas dapat diperbesar pula jika Gastropoda tersebut mempunyai warna cangkang yang terang karena organisme yang berwarna gelap biasanya mendapat panas melalui absorbsi. Hewan Gastropoda yang cangkangnya berukir dan berwarna terang, panas akan diradiasikan (dipantulkan) dari ukiran cangkangnya, sedangkan hewan Gastropoda yang bercangkang mulus dan berwarna gelap, panas akan mudah diserap.

Hewan Gastropoda juga perlu beradaptasi untuk mempertahankan diri dari pengaruh pukulan ombak. Gerakan ombak mempunyai pengaruh yang berbeda pada pantai berbatu dan pada pantai berpasir. Kebanyakan Gastropoda beradaptasi terhadap serangan ombak dengan jalan mempertebal cangkang, lebih tebal dibandingkan dengan individu yang sama yang terdapat di daerah subtindal dan nengurangi ukiran tubuh yang amat mudah pecah bila terpukul ombak.

Pada waktu makan, hewan Gastropoda harus mengeluarkan bagian- bagian berdaging dari tubuhnya. Hal ini berarti bahwa bagian-bagian yang terbuka ini harus tahan terhadap kekeringan. Karena itu, hewan tersebut hanya aktif jika pasang-naik dan tubuhnya terendam air. Ini berlaku bagi seluruh hewan baik pemakan tumbuhan, pemakan bahan-bahan tersaring, pemakan detritus, maupun predator. Dalam suatu habitat alami yang ditempati populasi suatu spesies, kerapatannya dapat berubah-ubah sejalan dengan waktu, namun masih dalam batas-batas tertentu. Tinggi rendahnya kerapatan populasi diduga disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang menyebabkan adanya peningkatan populasi adalah natalitas dan imigrasi, kalaupun ada mortalitas dan emigrasi tentu jumlahnya lebih kecil dari natalitas dan imigrasi.

Adanya natalitas populasi ditunjukkan oleh adanya individu yang berukuran kecil pada setiap pengamatan., sedangkan pengaruh migrasi ditunjukkan adanya spesies yang hidup di perairan bagian dalam ditemukan di daerah pinggir pantai karena terbawa oleh ombak. Hal ini mungkin juga berkaitan dengan tidak adanya substrat yang berbeda-beda seperti berpasir, berbatu dan berlumpur melainkan substrat yang ada hanyalah berupa substrat pasir. Faktor eksternalnya adalah mencakup kondisi abiotik pada saat pengamatan. Faktor eksternal yang diduga mempengaruhi populasi adalah salinitas.
Tingginya keanekaragaman di pantai Malalayang ini karena didukung oleh faktor lingkungan yaitu faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik yang terdiri dari flora dan fauna laut bagi Gastropoda dijadikan sebagai sumber makanan, sumber tempat berlindung dari predator-predator, dan sebagai tempat melekat bagi anak-anak Gastropoda yang masih kecil-kecil sampai menjadi dewasa, sedangkan faktor abiotik yang berupa suhu air, pH air,
oksigen terlarut, karbondioksida terlarut, intensitas cahaya dan salinitas sangat mendukung kehidupan Gastropoda untuk terus dapat survive, karena setelah diukur ternyata berada pada kisaran toleransi bagi Gastropoda untuk bertahan hidup.

Fauna yang ditemukan di pantai Malalayang antara lain kerang, ikan-ikan kecil, dan zooplankton lainnya tidak begitu mengganggu kehidupan Gastropoda walaupun ada persamaan dalam hal makanan tetapi karena pantai Malalayang mempunyai ekosistem yang boleh dikatakan masih alami memungkinkan makanan yang mereka butuhkan tersedia cukup banyak sehingga Gastropoda dapat hidup bersama dengan hewan-hewan tersebut.
Sebagian besar organisme laut bersifat poikilotermik, tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sehingga selama hidupnya suhu tubuh organisme tergantung pada suhu air laut tempat hidupnya (Nybaken,1988). Suhu air laut merupakan faktor yang berpengaruh baik aktifitas metabolisme, pergerakan maupun penyebaran Gastropoda. Menurut Odum (1972) Intensitas cahaya mempengaruhi pola penyebaran organisme. Ada sebagian organisme yang menyukai cahaya dengan intensitas cahaya yang besar, namun ada juga organisme yang lebih
menyukai cahaya yang redup.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan di kawasan pesisir pantai Malalayang, spesies Gastropoda yang terdapat di daerah ini yaitu : Pila ampullaceal, Polinices tumidus, Natica tigrina, Recta sp, Ligamentina sp, dan Spesies A

B. Saran

Usaha pelestarian perlu mendapatkan perhatian yang cukup baik bagi masyarakat sekitar maupun PEMDA setempat untuk selalu menjaga kelestarian keanekaragaman jenis di pantai Malalayang agar tetap lestari dan hendaknya masyarakat sekitar dapat memanfaatkan cangkang maupun dagingnya sebagai sumber perekonomian tanpa harus merusak atau mengganggu kelestarian jenisnya.

DAFTAR PUSTAKA

Dharma , B . 1988. Indonesian Shells . Jakarta : Sarana Graha

Ewusie ,J.Y.1990. Ekologi Tropika. Bandung : ITB

Nontji , A. 1986. Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta : PT. Gramedia

Odum , E. P. 1993 . Dasar - dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono Samingan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

leave your comment please :)